Ia mencontohkan ada SD yang jumlah siswanya di atas 500 dengan SMP yang jumlah siswanya 300 tetapi SMP telah disediakan guru BK. Padahal, dengan jumlah siswa yang relatif banyak tidak mungkin guru kelas mampu menjalankan perannya mengajar sekaligus sebagai konselor. Jika guru SMP akan lebih mudah berperan sebagai konselor karena hanya mengajar matapelajaran tertentu. ”Siswa SD sekarang lebih pandai, terutama mereka sangat tanggap dengan kemajuan teknologi. Itu yang dikhawatirkan akan membawa dampak buruk psikologis bagi anak usia SD,” beber Suryadi.
Sependapat dengan Suryadi, dosen jurusan Bimbingan Konseling Universitas Negeri Malang (UM) juga menyatakan hal yang sama. ”Banyaknya permasalahan psikologis yang mulai dialami sejak usia SD dan juga pubertas sebagai faktor pendorong pentingnya peran konselor di SD,” tutur Ella Faridati Zen. Ella menambahkan, jika guru kelas juga dibebankan tanggungjawab sebagai konselor tentu sangat memberatkan karena jam mengajar guru kelas juga sudah relatif banyak. ”Paling tidak dengan adanya guru BK di SD menjadi upaya preventif untuk mengurangi dampak negatif dari teknologi. Bahkan guru BK bisa mendorong siswa menggunakan teknologi secara bijak,” ujar perempuan ramah ini.
Sementara itu sekertaris Dikbud Kota Malang Dra. Zubaidah, ketika menanggapi usulan pengawas dan akademisi mengaku belum bisa mewujudkan usulan tersebut. ”Memang sebetulnya perlu ada guru BK di SD. Tetapi hingga saat ini belum ada pedoman dari pusat. Jika sekolah memang memerlukan bisa menganggarkan dari dana komite,” ujar Zubaidah.
Zubaidah menambahkan, jika belum ada instruksi dari pusat maka pihaknya belum bisa melakukan pengangkatan guru BK sehingga Dikbud menyerahkan ke sekolah masing-masing.
sumber
Mendesak, Kebutuhan Konselor SD
4/
5
Oleh
Admin