Peran pendidikan di Indonesia bertujuan untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia
yang beriman, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,
kesehatan jasmani dan rohani , kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa
tanggung jawab yang tinggi dalam bermasyarakat. Untuk mencapai semua itu, murid
atau peserta didik harus dapat berkembang secara optimal dengan kemampuan yang
sesuai, disinilah peran pendidikan bukan hanya bertugas membantu mengembangkan
kemampuan intelek saja, tetapi juga kemampuan mengatasi masalah didalam dirinya
sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Sekolah memiliki tempat kedua setelah keluarga dalam tumbuh
kembang peserta didik, karena bisa dikatakan selama 24 jam, sekitar beberapa
persen waktu si anak habiskan disekolah. Sekolah tidak hanya berfungsi
memberikan pengetahuan dalam kegiatan belajar mengajar, akan tetapi sekolah
juga berfungsi dalam mengembangkan karakter dan kepribadian anak. Oleh karena
itu, guru harus lebih mengetahui dari sekadar masalah bagaimana mengajar yang
efektif. Tetapi Ia juga harus dapatmembantu murid dalammengembangkan seluruh
aspek kepribadian dan lingkungannya, sepanjang itu memungkinkan secara
profesional. Dalam usaha membantu siswa itu, guru perlu mengetahui landasan,
konsep, prosedur, dan praktek bimbingan konseling.
Bimbingan Konseling merupakan salah satu komponen penyelenggaraan
pendidikan di sekolah yang keberadaannya sangat dibutuhkan, khususnya untuk
membantu peserta didik dalam pengembangan pribadi, kehidupan sosial, kegiatan
belajar, serta perencanaan dan pengembangan karir. Karena itu, Struktur
kurikulum yang dikembangkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
mencakup tugas Bimbingan Konseling pada pengembangan diri peserta didik
(Depdiknas, 2006; Andi Mapiare, 2008). Dalam kurikulum ini ada tiga komponen
yang saling mendukung yaitu; (1) Mata Pelajaran; (2) Muatan Lokal; (3)
Pengembangan diri (Depdiknas, 2006).
Pengembangan diri merupakan kegiatan pendidikan di luar mata
pelajaran sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah. Kegiatan pengembangan
diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling dan kegiatan ektra
kurikuler. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi/dilaksanakan oleh konselor
(Depdiknas, 2006).
Beranjak dari pemikiran diatas, maka program Bimbingan konseling
memiliki tempat yang strategis dalam pengembangan diri peserta didik untuk mencapai
tujuan pendidikan di sekolah serta tujuan pendidikan nasional secara umum.Untuk
itu, kegiatan pengembangan diri yang telah berjalan selama ini perlu ditata
ulang, sebab selama ini pengembangan diri lebih dimasudkan sebagai kegiatan
ektra kurikuler saja.
Dalam praktiknya, profesi konselor memiliki fungsi yang signifikan
di dunia pendidikan, khususnya di sekolah. Keberadaan konselor dalam sistem
pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar
dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara,
fasilitator, dan instruktur (UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 6).Masing-masing
kualifikasi pendidik, termasuk konselor, memiliki keunikan konteks tugas dan
ekspektasi kinerja.Standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor
dikembangkan dan dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang menegaskan konteks
tugas dan ekspektasi kinerja konselor.
Konteks tugas konselor berada dalam kawasan pelayanan yang
bertujuan mengembangkan potensi dan memandirikan konseli dalam pengambilan
keputusan dan pilihan untuk mewujudkan kehidupan yang produktif, sejahtera, dan
peduli kemaslahatan umum.Pelayanan dimaksud adalah pelayanan bimbingan dan
konseling.Konselor adalah pengampu pelayanan ahli bimbingan dan konseling,
terutama dalam jalur pendidikan formal dan nonformal.
Dengan adanya era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), profesi konselor
semakin signifikan mengingat tantangan yang dihadapi peserta didik dengan
berbagai problematikanya di dunia pendidikan. Seiring perkembangan zaman problematika
peserta didik di sekolah semakin beragam. Jalan pikiran mereka menjadi terbagi
dengan masalah diluar sekolah dan di dalam sekolah. Suatu tindak layanan
sekolah pada peserta didik dengan bimbingan konseling yang mengarahkan para
peserta didik untuk mengetahui bakat dan potensi dalam diri mereka.
Bimbingan konseling biasanya berbicara mengenai aspek psikologis,
ini akan sangat penting jika ada banyak gangguan psikis pada peserta didik yang
biasanya tertekan masalah dan tidak mampu menangkap pelajaran dengan baik.
Bimbingan konseling juga sangat penting posisinya untuk membimbing siswa untuk
memotivasi diri bahwa mereka adalah suatu pribadi yang unik dan mampu bersaing.
Perlunya bimbingan konseling dapat berfungsi sebagai pemantau
masalah-masalah siswa yang berkaitan tentang masalah kelainan tingkah laku dan
adaptasi. Sulitnya salah satu siswa untuk bergaul dan cenderung mengasingkan
diri dari teman-temannya memiliki akar permasalahan yang biasanya beruntun.
Tulisan ini akan membahas tentang pentingnya peran profesi
konselor bagi peserta didik di sekolah di era MEA.
PEMBAHASAN
Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dalam
keseluruhan sistem pendidikan khususnya di sekolah; guru merupakan salah satu
pendukung unsur pelaksana pendidikan yang mempunyai tanggung jawab sebagai
pendukung pelaksana layanan bimbingan pendidikan di sekolah, dituntut untuk
memiliki wawasan yang memadai terhadap konsep-konsep dasar bimbingan dan
konseling di sekolah.
Peserta didik tidak hanya memerlukan materi – materi pelajaran
sekolah, materi bimbingan konseling pun perlu, karena pada dasarnya setiap
kehidupan pasti ada masalah. Memang sebagian orang bisa mengatasi masalahnya
sendiri, tetapi tidak sedikit juga orang yang memerlukan bantuan orang lain
untuk menyelesaikan masalah – masalah tersebut. Jadi apabila peserta didik
tetap dibiarkan memiliki masalah tanpa dibantu, bagaimana mungkin peserta didik
bisa berkonsentrasi untuk memahami atau berfikir mengenai pelajarannya.
Kalau ia masih punya beban fikiran yang lain. Maka dari itu bimbingan dan
konseling disekolah sangatlah diperlukan, yang dilakukan oleh konselor dan guru
yang profesional.
Gambaran guru profesional adalah guru yang dalam melaksanakan
tugas profesi kependidikan mampu menampilkan kinerja atas penguasaan kompetensi
akademik kependidikan dan kompetensi penguasaan substansi dan/atau bidang studi
sesuai bidang ilmunya.Dalam rangka menyiapkan guru yang profesional, maka
setelah calon guru dinyatakan memiliki kompetensi akademik kependidikan dan
menguasai substansi dan/atau bidang studi yang diperoleh pada jenjang S1, maka
calon guru harus disiapkan untuk menjadi guru profesional melalui suatu sistem
Pendidikan Profesi Guru.Menurut Undang-Undang No 20/2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, pendidikan profesi adalah pendidikan tinggi setelah
program sarjana yang mempersiapkan mahasiswa/peserta untuk memiliki pekerjaan
dengan persyaratan keahlian khusus.
Program Pendidikan Profesi Guru BK/ Konselor atau yang disingkat
dengan istilah PPG BK/K adalah program pendidikan yang diselenggarakan untuk
lulusan S-1 Kependidikan dan S-1/D-IV Non Kependidikan yang memiliki bakat dan
minat menjadi guru, agar mereka menjadi guru yang profesional sesuai dengan
standar nasional pendidikan dan memperoleh sertifikat pendidik. Atas dasar
uraian di atas, keluaran PPG Bimbingan dan Konseling atau Konselor (PPG BK/K)
mampu beradaptasi dan melaksanakan tugas profesi pendidik yang unggul,
bermartabat, dan dibanggakan lembaga pendidikan pengguna, masyarakat, dan
bangsa Indonesia.
Keberadaan Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor dalam sistem
pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar
dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator
dan instruktur (UU No. 20/2003, pasal 1 ayat 6). Namun pengakuan secara
eksplisit dan kesejajaran posisi antara kualifikasi tenaga pendidik satu dengan
yang lainnya tidak menghilangkan arti bahwa setiap tenaga pendidik, termasuk
konselor, memiliki konteks tugas, ekspektasi kinerja, dan seting pelayanan
spesifik yang satu dan yang lainnya mengandung keunikan dan perbedaan. Oleh
sebab itu, konteks dan ekspektasi kinerja guru bimbingan dan konseling atau
konselor mendapatkan penegasan kembali dengan maksud untuk meluruskan konsep
dan praktik bimbingan dan konseling ke arah yang tepat.Merujuk pada Peraturan
Pemerintah RI Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru, untuk selanjutnya tenaga
pendidik di bidang bimbingan dan konseling disebut dengan Guru Bimbingan dan
Konseling atau Konselor.Dengan adanya PPG BK/K diharapkan kompetensi guru BK/
Konselor sekolah dapat meningkat dan akhirnya menjadi konselor yang
profesional.
Pendidikan yang hanya melaksanakan bidang admistratif atau
pengajarandengan mengabaikan bidang bimbingan mungkin hanya biasa menghasilkan individuyang
pintar dan terampil dalam aspek akademik, akan tetapi kurang terampil dalam
halmengenal atau mengembangkan potensi yang dimikinya. Oleh karena itu
keberadaan pelayanan bimbingan dan konseling sangat pentingdalam kurikulum
sekolah, karena bimbingan konseling merupakan suatu proses pemberian
bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu
tersebut dapat memahami dirinya dan potensi yang dimilikinya, dengan demikian
konselor dapat membimbing dan mengarahkan siswa sesuai dengan minat dan bakat
yang dimilikinya, dengan arahan-arahan yang diberikan oleh
konselor diharapkan siswa mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya.
Pada pendidikan menengah atas tujuan pendidikan telah terbiasa oleh anggapan
umum, demi mutu keberhasilan akademis seperti persentase lulusan, tingginya
nilai Ujian Nasional, atau persentase kelanjutan ke perguruan tinggi
negeri.Kenyataan ini sulit dimungkiri, karena secara sekilas tujuan kurikulum
menekankan penyiapan peserta didik (sekolah menengah umum/SMU) untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi atau penyiapan peserta
didik (sekolah menengah kejuruan/SMK) agar sanggup memasuki dunia kerja.
Bimbingan dan konseling bertujuan membantu peserta didik mencapai
tugas-tugas perkembangan secara optimal sebagai makhluk Tuhan, sosial, dan
pribadi. Lebih lanjut tujuan bimbingan dan konseling adalah membantu individu
dalam mencapai: (a) kebahagiaan hidup pribadi sebagai makhluk Tuhan, (b)
kehidupan yang produktif dan efektif dalam masyarakat, (c) hidup bersama dengan
individu-individu lain, (d) harmoni antara cita-cita mereka dengan kemampuan
yang dimilikinya. Dengan demikian peserta didik dapat menikmati kebahagiaan
hidupnya dan dapat memberi sumbangan yang berarti kepada kehidupan masyarakat
umumnya Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, peserta didik harus mendapatkan
kesempatan untuk: (1) mengenal dan melaksanakan tujuan hidupnya serta
merumuskan rencana hidup yang didasarkan atas tujuan itu; (2) mengenal dan
memahami kebutuhannya secara realistis; (3) mengenal dan menanggulangi
kesulitan-kesulitan sendiri; (4) mengenal dan mengem- bangkan kemampuannya
secara optimal; (5) menggunakan kemampuannya untuk kepentingan pribadi dan
untuk kepentingan umum dalam kehidupan bersama; (6) menyesuaikan diri dengan
keadaan dan tuntutan di dalam lingkungannya; (7) mengembangkan segala yang
dimilikinya secara tepat dan teratur, sesuai dengan tugas perkembangannya
sampai batas optimal. Secara khusus tujuan bimbingan dan konseling di sekolah
ialah agar peserta didik, dapat: (1) mengembangkan seluruh potensinya seoptimal
mungkin; (2) mengatasi kesulitan dalam memahami dirinya sendiri; (3) mengatasi
kesulitan dalam memahami lingkungannya, yang meliputi lingkungan sekolah,
keluarga, pekerjaan, sosial-ekonomi, dan kebudayaan; (4) mengatasi kesulitan
dalam mengidentifikasi dan memecahkan masalahnya; (5) mengatasi kesulitan dalam
menyalurkan kemampuan, minat, dan bakatnya dalam bidang pendidikan dan
pekerjaan; (6) memperoleh bantuan secara tepat dari pihak-pihak di luar sekolah
untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang tidak dapat dipecahkan di sekolah
tersebut. Bimbingan dan konseling bertujuan membantu peserta didik agar
memiliki kompetensi mengembangkan potensi dirinya seoptimal mungkin atau
mewujudkan nilai-nilai yang terkandung dalam tugas-tugas perkembangan yang
harus dikuasainya sebaik mungkin. Pengembangan potensi meliputi tiga tahapan,
yaitu: pemahaman dan kesadaran (awareness), sikap dan penerimaan (accommodation),
dan keterampilan atau tindakan (action) melaksanakan tugas-tugas
perkembangan.
Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan konseling di
Sekolah/Madrasah, bukan semata-mata terletak pada ada atau tidak adanya
landasan hukum (perundang-undangan) atau ketentuan dari atas, namun yang lebih
penting adalah menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik yang selanjutnya
disebut konseli, agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai
tugas-tugas perkembangannya (menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual,
sosial, dan moral-spiritual).Konseli sebagai seorang individu yang sedang
berada dalam proses berkembang atau menjadi ( on becoming ), yaitu berkembang
ke arah kematangan atau kemandirian.
Untuk mencapai kematangan tersebut, konseli memerlukan bimbingan
karena mereka masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan
lingkungannya, juga pengalaman dalam menentukan arah kehidupannya. Disamping
itu terdapat suatu keniscayaan bahwa proses perkembangan konseli tidak selalu
berlangsung secara mulus, atau bebas dari masalah. Dengan kata lain, proses perkembangan
itu tidak selalu berjalan dalam alur linier, lurus, atau searah dengan potensi,
harapan dan nilai-nilai yang dianut. Perkembangan konseli tidak lepas dari
pengaruh lingkungan, baik fisik, psikis maupun sosial. Sifat yang melekat pada
lingkungan adalah perubahan. Perubahan yang terjadi dalam lingkungan dapat
mempengaruhi gaya hidup (life style) warga masyarakat. Apabila perubahan
yang terjadi itu sulit diprediksi, atau di luar jangkauan kemampuan, maka akan
melahirkan kesenjangan perkembangan perilaku konseli, seperti terjadinya
stagnasi (kemandegan) perkembangan, masalah-masalah pribadi atau penyimpangan
perilaku. Perubahan lingkungan yang diduga mempengaruhi gaya hidup, dan
kesenjangan perkembangan tersebut, di antaranya: pertumbuhan jumlah penduduk
yang cepat, pertumbuhan kota-kota, kesenjangan tingkat sosial ekonomi
masyarakat, revolusi teknologi informasi, pergeseran fungsi atau struktur
keluarga, dan perubahan struktur masyarakat dari agraris ke industri.Iklim
lingkungan kehidupan yang kurang sehat, seperti : maraknya tayangan pornografi
di televisi dan VCD; penyalahgunaan alat kontrasepsi, minuman keras, dan
obat-obat terlarang/narkoba yang tak terkontrol; ketidak harmonisan dalam
kehidupan keluarga; dan dekadensi moral orang dewasa sangat mempengaruhi pola
perilaku atau gaya hidup konseli (terutama pada usia remaja) yang cenderung
menyimpang dari kaidah-kaidah moral (akhlak yang mulia), seperti: pelanggaran
tata tertib Sekolah/Madrasah, tawuran, meminum minuman keras, menjadi pecandu
Narkoba atau NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya, seperti:
ganja, narkotika, ectasy , putau, dan sabu-sabu), kriminalitas, dan pergaulan
bebas (free sex).Penampilan perilaku remaja seperti di atas sangat tidak
diharapkan, karena tidak sesuai dengan sosok pribadi manusia Indonesia yang
dicita-citakan, seperti tercantum dalam tujuan pendidikan nasional (UU No. 20
Tahun 2003), yaitu: (1) beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, (2)
berakhlak mulia, (3) memiliki pengetahuan dan keterampilan, (4) memiliki
kesehatan jasmani dan rohani, (5) memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri,
serta (6) memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Tujuan tersebut mempunyai implikasi imperatif (yang mengharuskan) bagi semua tingkat satuan pendidikan untuk senantiasa memantapkan proses pendidikannya secara bermutu ke arah pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Upaya menangkal dan mencegah perilaku-perilaku yang tidak diharapkan seperti disebutkan, adalah mengembangkan potensi konseli dan memfasilitasi mereka secara sistematik dan terprogram untuk mencapai standar kompetensi kemandirian. Upaya in merupakan wilayah garapan bimbingan dan konseling yang harus dilakukan secara proaktif dan berbasis data tentang perkembangan konseli beserta berbagai faktor yang mempengaruhinya. Dengan demikian, pendidikan yang bermutu, efektif atau ideal adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional atau kurikuler, dan bidang bimbingan dan konseling.
Pendidikan yang hanya melaksanakan bidang administratif dan instruksional dengan mengabaikan bidang bimbingan dan konseling, hanya akan menghasilkan konseli yang pintar dan terampil dalam aspek akademik, tetapi kurang memiliki kemampuan atau kematangan dalam aspek kepribadian.Pada saat ini telah terjadi perubahan paradigma pendekatan bimbingan dan konseling, yaitu dari pendekatan yang berorientasi tradisional, remedial, klinis, dan terpusat pada konselor, kepada pendekatan yang berorientasi perkembangan dan preventif. Pendekatan bimbingan dan konseling perkembangan (Developmental Guidance and Counseling), atau bimbingan dan konseling komprehensif (Comprehensive Guidance and Counseling). Pelayanan bimbingan dan konseling komprehensif didasarkan kepada upaya pencapaian tugas perkembangan, pengembangan potensi, dan pengentasan masalah-masalah konseli. Tugas-tugas perkembangan dirumuskan sebagai standar kompetensi yang harus dicapai konseli, sehingga pendekatan ini disebut juga bimbingan dan konseling berbasis standar (standard based guidance and counseling).
Tujuan tersebut mempunyai implikasi imperatif (yang mengharuskan) bagi semua tingkat satuan pendidikan untuk senantiasa memantapkan proses pendidikannya secara bermutu ke arah pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Upaya menangkal dan mencegah perilaku-perilaku yang tidak diharapkan seperti disebutkan, adalah mengembangkan potensi konseli dan memfasilitasi mereka secara sistematik dan terprogram untuk mencapai standar kompetensi kemandirian. Upaya in merupakan wilayah garapan bimbingan dan konseling yang harus dilakukan secara proaktif dan berbasis data tentang perkembangan konseli beserta berbagai faktor yang mempengaruhinya. Dengan demikian, pendidikan yang bermutu, efektif atau ideal adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional atau kurikuler, dan bidang bimbingan dan konseling.
Pendidikan yang hanya melaksanakan bidang administratif dan instruksional dengan mengabaikan bidang bimbingan dan konseling, hanya akan menghasilkan konseli yang pintar dan terampil dalam aspek akademik, tetapi kurang memiliki kemampuan atau kematangan dalam aspek kepribadian.Pada saat ini telah terjadi perubahan paradigma pendekatan bimbingan dan konseling, yaitu dari pendekatan yang berorientasi tradisional, remedial, klinis, dan terpusat pada konselor, kepada pendekatan yang berorientasi perkembangan dan preventif. Pendekatan bimbingan dan konseling perkembangan (Developmental Guidance and Counseling), atau bimbingan dan konseling komprehensif (Comprehensive Guidance and Counseling). Pelayanan bimbingan dan konseling komprehensif didasarkan kepada upaya pencapaian tugas perkembangan, pengembangan potensi, dan pengentasan masalah-masalah konseli. Tugas-tugas perkembangan dirumuskan sebagai standar kompetensi yang harus dicapai konseli, sehingga pendekatan ini disebut juga bimbingan dan konseling berbasis standar (standard based guidance and counseling).
Untuk membantu siswa dalam menghadapi permasalahnya dan untuk
mencapai kompetensi juga keterampilan hidup yang diinginkan itu, peserta didik
tidak cukup hanya diberikan pengajaran bidang studi saja, tetapi juga
dibutuhkan bimbingan dan koseling.Untuk itu penting sekali rasanya pelayanan
konseling termasuk dalam kurikulum sekolah, agar dapat membantu problema yang
alami oleh siswa disekolah.Posisi bimbingan dan koseling dalam pelaksanaan
kurikulum sangat strategis, dan sekolah berkewajiban memberikan bimbingan dan
koseling kepada peserta didik yang menyangkut ketercapaian kompetensi pribadi,
sosial, belajar, dan karir.
Biro tenaga kerja di Amerika Serikat (2007) memberikan panduan tentang
pekerjaan konselor sekolah sebagai berikut:
“Counselors assist people with personal, family, educational,
mental health, and career problems. Their duties vary greatly depending on
their occupational specialty, which is determined by the setting in which they
work and the population they serve. Educational, vocational, and school
counselors provide individuals and groups with career and educational
counseling. School counselors assist students of all levels, from elementary
school to postsecondary education. They advocate for students and work with
other individuals and organizations to promote the academic, career, personal,
and social development of children and youth. School counselors help students
evaluate their abilities, interests, talents, and personalities to develop
realistic academic and career goals. Counselors use interviews, counseling
sessions, interest and aptitude assessment tests, and other methods to evaluate
and advise students. They also operate career information centers and career
education programs”.
Ekspektasi kinerja konselor dalam menyelenggarakan pelayanan ahli
bimbingan dan konseling senantiasa digerakkan oleh motif altruistik, sikap
empatik, menghormati keragaman, serta mengutamakan kepentingan konseli, dengan
selalu mencermati dampak jangka panjang dari pelayanan yang diberikan.
Sosok utuh kompetensi konselor mencakup kompetensi akademik dan
profesional sebagai satu keutuhan.Kompetensi akademik merupakan landasan ilmiah
dari kiat pelaksanaan pelayanan profesional bimbingan dan konseling. Kompetensi
akademik merupakan landasan bagi pengembangan kompetensi profesional, yang
meliputi: (1) memahami secara mendalam konseli yang dilayani, (2) menguasai
landasan dan kerangka teoretik bimbingan dan konseling, (3) menyelenggarakan
pelayanan bimbingan dan konseling yang memandirikan, dan (4) mengembangkan
pribadi dan profesionalitas konselor secara berkelanjutan.
Unjuk kerja konselor sangat dipengaruhi oleh kualitas penguasaan
ke empat komptensi tersebut yang dilandasi oleh sikap, nilai, dan kecenderungan
pribadi yang mendukung.Kompetensi akademik dan profesional konselor secara
terintegrasi membangun keutuhan kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan
profesional.
Pembentukan kompetensi akademik konselor ini merupakan proses
pendidikan formal jenjang strata satu (S-1) bidang Bimbingan dan Konseling,
yang bermuara pada penganugerahan ijazah akademik Sarjana Pendidikan (S.Pd)
bidang Bimbingan dan Konseling. Sedangkan kompetensi profesional merupakan
penguasaan kiat penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang memandirikan, yang
ditumbuhkan serta diasah melalui latihan menerapkan kompetensi akademik yang
telah diperoleh dalam konteks otentik Pendidikan Profesi Konselor yang
berorientasi pada pengalaman dan kemampuan praktik lapangan, dan tamatannya
memperoleh sertifikat profesi bimbingan dan konseling dengan gelar profesi
Konselor, disingkat Kons.
Pekerjaan konselor didasarkan pada berbagai kompetensi yang tidak
diperoleh begitu saja. Melainkan melalui proses pembelajaran secara intensif.
Kemampuan dalam penyelenggaraan pelayanan konseling tidak diperoleh sekejap
melalui mimpi atau semedi atau bertapa sekian lama.Kompetensi seperti ini
dibarengi dengan tuntutan untuk berfikir, secara terus menerus mengikuti dan
mengakomodasi perkembangan ilmu dan teknologi. Pemberlakuan kredensialisasi
meliputi : program-program sertifiksi, akreditasi dan lisensi merupakan upaya
untuk menguji dan memberikan bukti penguasaan dan kewenangan atas kompetensi
konselor dalam pelayanannya.
Saat ini, di era globalisasi, permasalahan yang muncul di sekolah
juga menjadi semakin kompleks. Permasalahan tidak saja berkutat kepada
kesulitan balajar, tetapi juga masalah-masalah lain seperti narkoba,
penyimpangan seksual dan masih banyak lagi. Permasalahan ini secara langsung
akan berdampak kepada konselor sebagai ujung tombak pelaksanaan layanan
bimbingan dan konseling. Keadaan seperti ini pada dasarnya menuntut konselor
untuk secara simultan mengembangkan kemampuan konselingnya dengan didasarkan
pada teori-teori konseling yang up to date.
Secara umum masalah-masalah yang dihadapi oleh individu khususnya
oleh siswa di sekolah sehingga memerlukan bimbingan dan konseling adalah: (1)
masalah-masalah pribadi, (2) masalah belajar (masalah-masalah yang menyangkut
pembelajaran), (3) masalah pendidikan, (4) masalah karir atau pekerjaan, (5)
penggunaan waktu senggang, (6) masalah-masalah sosial dan lain sebagainya
(Tohirin, 2013).
Bersamaan dengan perkembangan global yang mendorong makin besarnya
ketergantungan antar berbagai disiplin dan pihak, maka konseling mengalami
kecenderungan untuk bergeser dari situasi isolasi atau soliter ke arah
keterkaitan dengan berbagai aspek. Konseling holistik merupakan pendekatan
holistik yang melibatkan berbagai aspek dan dimensi dalam prosesnya. Dengan
demikian maka konseling tidak hanya menyentuh aspek permukaan saja akan tetapi
lebih menyeluruh dan utuh sehingga penyelesaian suatu masalah dapat dilakukan
secara lebih komprehensif sehingga dapat diselesaikan secara tuntas dan
mendasar.Pola konseling holistik mempunyai makna bahwa layanan yang diberikan
merupakan suatu keutuhan dalam berbagai dimensi yang terkait. Dalam kaitan
dengan lingkungan pendidikan, konseling dilaksanakan secara terpadu mulai dari
lingkungan keluarga, sekolah, dan di masyarakat luas. Strategi yang diterapkan
merupakan keutuhan yang terpadu antara strategi kurikuler, interaksi,
pengembangan pribadi, dan dukungan sistem. Bidang-bidang layanan yang diberikan
meliputi aspek sosial, pribadi, belajar, karir, dan budi pekerti dalam satu
kesatuan yang utuh. Saat ini telah berkembang apa yang disebut ”quantum
counseling” atau konseling kuantum yang berpangkal pada teori kuantum,
dalam fisika. Dalam ivovasi ini, bimbingan dan konseling dilaksanakan secara
holistik dalam suasana menyenangkan dengan lebih berfokus pada aspek-aspek
pribadi yang paling mendalam yaitu pikiran dan perasaan.
Dalam menghadapi tantangan yang dihadapi siswa sekolah di abad 21,
konseling sekolah telah dipengaruhi oleh paradigma dan praktek yang mengarah
pada profesi dan pembaharuan dalam penekanan memberikan bantuan dan dukungan
kepada siswa dalam pencapaian prestasi akademik, advokasi keadilan sosial, dan
akuntabilitas konselor.
Para futurist telah
merumuskan empat konsep masa depan yang dapat dijadikan rujukan yaitu: (a) probable
future atau masa depan yang mungkin terjadi, (b) possible future,
atau masa depan yang kemungkinan dapat terjadi, (c) plausible future, atau
masa depan yang dapat terjadi, dan (d) preferable future, atau masa
depan yang diharapkan terjadi (Inbody, 1984, dalam Tarrell Awe Agahe
Portman, 2009). Dkemukakan bahwa dalam dua dekade terakhifr ini
Inbody,1984 (dalam Carol A. Dahir, 2009) mengidentifikasi ada enam premis dasar
yang cukup kritis terkait dengan masa depan konseling sekolah, yaitu:
1. Apa yang dilakukan oleh profesi konseling
sekolah dewasa ini akan berpengaruh terhadap kualitas bidang konseling sekolah dan
lingkungan pendidikan di mana koselor sekolah dan siswa berada.
2. Metode ilmiah dalam penelitian konseling sekolah
dapat digunakan untuk mengantisipasi masa depan konselor sekolah yang
belum diketahui.
3. Tidak hanya satu masa depan yang menunggu
profesi konseling sekolah, akan tetapi banyak berbagai kemungkinan masa depan,
tergantung pada apa yang dipilih oleh konselor sekolah pada masa kini.
4. Konselor sekolah harus memiliki landasan moral
dalam tanggung jawabnya bagi siswa generasi masa depan dan juga konselor
sekolah generasi selanjutnya.
5. Teknologi akan terus memberikan pengaruh dan
dukungan bagi konseling sekolah, akan tetapi konselor sekolah bertanggung jawab
untuk memadukan teknologi itu bagi kepentingan masa depan yang mungkin tidak
diperlukan di masa dua puluh tahun yang lalu.
6. Diperlukan adanya suatu studi ekstensif untuk
menunjang gagasan-gagasan bagi profesi konseling sekolah dan siswa.
Menurut Carol A. Dahir (2009) keenam premis itu masih relevan
untuk dijadikan rujukan pada masa kini dalam menghadapi tantangan abad 21. Ia
mengatakan bahwa konselor sekolah di abad 21 berada dalam posisi yang memiliki
kekuatan dan strategis untuk menunjukkan secara efektif bagaimana melengkapi
prestasi akademik dan perkembangan afektif sebagai formula yang tepat untuk
membantu siswa. Konselor sekolah berperan sebagai kunci tim kepemimpinan
pendidikan dan membangun tantangam untuk berbagi tanggung jawab dalam
mempersiapkan siswa agar mencapai standar akademik sambil membantu meraka
menjadi anggota masyarakat yang produktif dan bermakna. Dengan demikian, maka
konselor di masa depan harus mampu membangun satu cara baru sebagai pemimpin,
kolaborator, advokator, dan agen perubahan yang sistemik dalam tatanan dinamika
pendidikan, globalisasi masyarakat dan ekonomi, dan keragaman kebutuhan siswa.
Konselor sekolah generasi yang akan datang harus memiliki sikap, pengetahuan,
dan ketrampilan untuk bekerjasama dengan guru-guru, administrator, keluarga,
jaringan sumber masyarakat, dan lain-lainnya untuk meningkatkan keadilan pendidikan
dan keberhasilan semua siswa. Yang paling penting adalah program konseling
sekolah harus terkait dan berpadanan dengan perubahan tatanan pendidikan dan
tujuan perbaikan sekolah.
Sesuai dengan yang dikemukakan di atas, dalam menghadapi tantangan
masa depan akan terjadi perubahan dalam strategi pelaksanaan konseling sekolah
dan harus terjadi keterpaduan dan kolaborasi yang harmonis antara konselor
dengan guru dan staf sekolah lainnya.
Konseling dilaksanakan dalam tatanan kelas (classroom setting)
yang dilakukan secara kolaboratif antara guru dengan konselor. Dalam model ini
terjadi keterpaduan antara pendekatan konseling dan instruksional sehingga
banyak memberikan suasana yang baru dan menyenangkan serta lebih produktif.
Konselor tidak lagi melakukan kegiatannya di ruang khusus (Ruang BK) akan
tetapi dilakukan di ruang kelas secara terpadu dengan proses instruksional.
Dengan demikian para siswa masih tetap berada dalam suasana belajar di kelas
tanpa harus meninggalkan pelajaran. Pendekatan layanan konseling dapat
dilakukan dengan berbagai pendekatan baik individual maupun kelompok tergantung
urgensi dan masalah yang dihadapi. Melalui model inklusi dan kolaboratif ini,
pembelajaran tidak hanya semata-mata akademik akan tetapi telah terjadi
pembelajaran secara holistik yang menjangkau seluruh aspek kepribadian.
Bimbingan merupakan bagian integral dari proses pendidikan dan
memiliki kontribusi terhadap keberhasilan proses pendidikan disekolah
(Juntika,2005). Berdasarkan pernyataan di atas dapat dipahami bahawa
proses pendidikan disekolah termasuk madrasah tidak akan berhasil secara baik
apabila tidak didukung oleh penyelenggaraan bimbingan secara baik pula
(Tohirin, 2013).
Sekolah memiliki tanggung jawab yang besar membantu siswa agar
berhasil dalam belajar.Untuk itu sekolah dan madrasah hendaknya memberikan
bantuan kepada siswa untuk mengtasi masalah-masalah yang timbul dalam kegiatan
belajar siswa.Dalam kondisi seperti ini, pelayanan bimbingan dan konseling
sekolah dan madrasah sangat penting untuk dilaksanakan guna membantu siswa
mengatasi berbagai masalah yang dihadapinya.
Pelayanan bimbingan dan konseling telah menjadi salah satu
pelayanan yang penting dan dibutuhkan disetiap sekolah,Ada sepuluh alasan
mengapa pelayanan bimbingan konseling perlu diadakan khususnya disekolah yaitu
:
1. Membantu siswa agar berkembang dalam semua
bidang.
2. Membantu siswa untuk membuat pilihan yang sesuai
pada semua tingkatan sekolah.
3. Membantu siswa membuat perencanaan dan pemilihan
karier di masa depan (setelah tamat).
4. Membantu siswa membuat penyesuaian yang baik
disekolah dan juga diluar sekolah.
5. Membantu dan melengkapi upaya yang dilakukan
orang tua di rumah.
6. Membantu mengurangi atau mengawasi dan
kelambanan dalam sistem pendidikan.
7. Membantu siswa yang memerlukan bantuan khusus.
8. Menambah daya tarik sekolah terhadap masyarakat
(user).
9. Membantu sekolah dalam mencapai sukses
pendidikan (akademik) baik pada tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi;
dan
10. Membantu mengatasi masalah disiplin pada siswa.
Paparan di atas menjelaskan
bahwa pelayanan bimbingan dan konseling perlu diadakan disekolah-sekolah karena
pelayanan ini dapat membantu para siswa mencapai tujuan yang diinginkan,
membantu siswa untuk meningkatkan pencapaian akademik dan mengembangkan siswa
untuk meningkatakan pencapaian akademik dan mengembangakan potensi yang ada
pada diri mereka agar mereka dapat menghasilkan perubahan positif dalam dirinya
sendiri.Selain itu, melalui pelayan bimbingan dan konseling, para siswa
disekolah dan madrasah juga berpeluang untuk menyatakan perasaan dan berbagai
masalah yang mereka hadapi kepada guru bimbingan konseling.
KESIMPULAN DAN SARAN
Bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta
didik, baik secara perorangan maupun kelompok agar mandiri dan bisa berkembang
secara optimal, dalam bimbingan pribadi, sosial, belajar maupun karier melalui
berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung berdasarkan norma-norma yang
berlaku.
Landasan dalam bimbingan
dan konseling pada hakekatnya merupakan faktor-faktor yang harus diperhatikan
dan dipertimbangkan khususnya oleh konselor selaku pelaksana utama dalam
mengembangkan layanan bimbingan dan konseling.
Tantangan MEA menimbulkan perubahan dan kemajuan dalam masyarakat.
Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dalam keseluruhan sistem
pendidikan khususnya di sekolah; guru sebagai salah satu pendukung unsur
pelaksana pendidikan yang mempunyai tanggung jawab sebagai pendukung pelaksana
layanan bimbingan pendidikan di sekolah, dituntut untuk memiliki wawasan yang memadai
terhadap konsep-konsep dasar bimbingan dan konseling di sekolah.
Peran Konselor Bagi Peserta Didik Di Sekolah Di Era Masyarakat Ekonomi Asean
4/
5
Oleh
Admin