Pro-Kontra Unas 2008

Depdiknas telah menetapkan Unas 2008 ada penambahan mata pelajaran (mapel). Pro dan kontra pun merebak menyertai kebijakan tersebut. Di sejumlah daerah para pelajar melakukan demo menolak kebijakan yang dianggap memberatkan beban belajar para siswa. Bagaimana teman-teman kita menyikapi kebijakan tersebut?
Saya menanyakan kepada sejumlah teman, dan dari 14 orang yang memberikan tanggapan, hanya 4 orang yang tegas tidak setuju penambahan mapel Unas. Itu berarti, mayoritas teman-teman kita mendukung penambahan mapel Unas dengan berbagai alasan.

KONTRA UNASMas Sendi dan Mas Darobi dengan tegas tidak setuju penambahan mapel dalam Unas mendatang. Sayangnya, keduanya tidak memberikan penjelasan lebih lanjut. Lain lagi dengan Mas Riadi yang mewakili sekolah swasta. Dia menolak penambahan mapel Unas karena menilai kemampuan siswa sekolah swasta pada umumnya tidak mampu memikul beban Unas dengan mapel yang bertambah. Katanya, "Karena saya guru sekolah swasta yang tahu persis kemampuan siswaku, maka saya tidak setuju (penambahan mapel Unas)".
Lain lagi dengan alasan mas Anis. Dia memprotes Unas berdasarkan faktor perbedaan kemampuan individu. Dengan lantang dia mengatakan, "Unas itu tidak adil karena bakat dan kepandaian di luar yang diUnaskan tidak dihargai. Ini tidak adil. Mau dikemanakan anak-anak kita yang hebat (kemampuan) seni budaya, olah raga, yang tidak berbakat matematika, Inggris, IPA dan IPS? Mereka butuh ijasah juga kan?"

PRO UNAS
Sekarang bagaimana dengan sikap yang pro Unas? Ini dia orang-orangnya.
Pertama, mas Pujo, dia tidak mempermasalahan penambahan mapel Unas dengan alasan "Untuk memotivasi guru dan siswa agar bisa berprestasi (lebih tinggi)".
Senada dengan mas Pujo, ada mas Ali di Tuban yang mendukung dengan alasan "Agar anak punya tanggungjawab dan disiplin dalam pola belajarnya." Malahan dia pun setuju jika semua mapel di Unaskan. Wah, wah, bisa-bisa sampean didemo murid-murid sak Indonesia, mas.

Sependapat dengan mas Ali, mbak Muji di Karanganyar menggarisbawahi perlunya Unas mencakup semua mapel. Menurutnya, jika Unas mencakup semua mapel, maka tidak akan ada kesan bahwa kelulusan siswa hanya ditentukan oleh 3 mapel saja, seperti berlaku saat ini. Dijabarkan lebih jauh, dalam UUD 45 jelas disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional menjadikan manusia yang taqwa, cerdas dan terampil. Ini berarti dalam pendidikan, standar kelulusan siswa harus mengucu kepada tujuan pendidikan nasional, maka seharusnya yang menentukan kelulusan siswa bukan hanya mapel tertentu tapi mencakup semua mapel yang diajarkan, karena semua mapel mengarah pada tujuan pendidikan nasional, meskipun standar kelulusannya minimal 4 misalnya, yang kalau dibandingkan dengan luar negeri, standar tersebut amat sangat rendah.
Dukungan yang sama muncul dari mas Mulyono di Batang, yang juga setuju adanya penambahan mapel Unas. Untuk level SMP, dia mengusulkan penambahan mapel IPS, agar siswa yang pandai IPS bisa mendongkrak nilai rata-rata Unas.
Ada lagi yang setuju penambahan mapel Unas untuk meningkatkan pendidikan di Indonesia. Paling tidak sebagai wacana. Mas Sunarin misalnya, dia mengibaratkan Unas itu seperti kelinci percobaan di dunia pendidikan Indonesia, dan sebagai konselor dia setuju karena Unas bisa membuat pendidikan di sini bisa sama seperti negara lain (yang lebih maju tentunya).
Mas Nur Aminudin di Tegal ikut angkat bicara. Menurutnya, Unas adalah tolok ukur kualitas pendidikan yang valid. Ia setuju dengan Unas meskipun mempunyai kelemahan dalam pelaksanaannya. Misalnya cakupan materi yang berbeda antara jawa dan luar Jawa. Dimatanya, kalau Unas ditiadakan, pendidikan akan kacau seperti era sebelum adanya Unas, dimana semua siswa lulus 100% dan nilai sekolah swasta lebih tinggi dari negeri.

Mas Rissa di Pekalongan juga setuju Unas dengan berapapun mapel yang diujikan, yang ditolak adalah Unas menjadi salah satu penentu kelulusan sebagaimana diatur dalam Permendiknas No. 20 tahun 2007 (bagaimana bunyinya tuh?). Artinya mas Rissa memandang aspek lain seperti afektif dan psikomotor juga perlu dipertimbangkan dalam menentukan kelulusan siswa. Gitu khan mas?

Bagi mbak Umbul di Sragen, Unas tidak perlu diributkan. Dia melihat saat ini banyak siswa yang malas, maunya serba instan Katanya dengan bijak, "Anak-anak nggak perlu panik, asal mau berusaha keras, saya percaya akan berhasil." Dia mencontohkan negara jiran Malaysia yang sudah meng-Unas-kan semua mapel.
Tapi bagaimana pun harus diakui, di mata siswa Unas dipandang sebagai momok yang menakutkan. Tidak peduli siswa pandai, apalagi yang nilainya pas-pasan, pasti dilanda perasaan kuatir gagal dalam menghadapi Unas.

Nah, efek samping berupa kecemasan siswa dalam menghadapi Unas inilah yang disorot mbak Indah di Lawang. Ia pernah mengukur kecemasan peserta Unas. Dan hasilnya terdapat 79% peserta Unas yang mengalami kecemasan. Menurutnya, dari sisi inilah konselor diharapkan berperan membantu siswa menangani kecemasannya dalam menghadapi Unas. Tampaknya memang faktor kesiapan siswa ini yang menjadi masalah utama pelaksanaan Unas. Unas dengan 3 mapel sudah merepotkan siswa, apalagi dengan penambahan mapel. Tidak heran, mas Kukuh Junaedi. Kasek SMPN Panti-Jember yang juga Alumni BK UNS 83 berkomentar sambil guyon, "Yen gurune Oke, muride embuh..he he he"

Kalau dikaji lebih jauh, apa betul pihak guru lebih siap daripada siswa dalam menghadapi Unas mendatang? Bukankah Unas juga merupakan pertaruhan gengsi sekolah, sekaligus reputasi guru pendidiknya? Bagaimana jika nilai Unas suatu sekolah jeblok sehingga banyak siswa yang tidak lulus dan harus mengulang ujian? Pasti bukan hanya siswa dan orangtua yang stres, pihak guru-guru pun bakal kalang kabut kebingungan. Bagaimanapun nilai buruk Unas akan menurunkan rating sekolah di mata masyarakat. Bukankah begitu?
Jadi, masih setuju Unas yang menyisakan sejumlah kontroversi?
d

Artikel Terkait

Pro-Kontra Unas 2008
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email