AKHIRNYA, BK UNS BUKA LAGI

Selamat, Prodi (program studi) Bimbingan Konseling UNS dibuka lagi tahun ini.
Sempat vakum selama 22 tahun dari kegiatan akademik, terakhir menerima mahasiswa angkatan 1985 kalau tak salah, dan mati suri berkepanjangan, almamater kita kembali siap mencetak tenga konselor profesional. Alhamdullilah.

Memang menjadi pertanyaan besar waktu itu, mengapa BK UNS harus ditutup, sementara PTN lain yang mempunyai prodi serupa tetap jalan. Kalau lulusannya dianggap sudah jenuh, apa parameternya? Sedangkan masih banyak sekolah tidak memiliki tenaga konselor dari jurusan BK, dan sebagian besar jumlahnya tidak memadai. Padahal kondisi sekolah kekurangan tenaga konselor masih berlangsung sampai saat ini.
Tapi waktu itu saya berpikir positif saja menanggapi penutupan tersebut. Saya malah berpikir, kalau sumbernya ditutup, tenaga konselor jadi mudah cari kerja karena jumlahnya terbatas. Nyatanya, sebagian besar teman-teman kita, mungkin sekitar 70%-an, diterima menjadi PNS.

Selama kurun 22 tahun ini, terjadi banyak perubahan kebijakan pemerintah terhadap program BK di sekolah, yang paling fenomenal adalah adanya pengakuan pemerintah terhadap keberadaan BK di sekolah seperti tertuang dalam UU Sisdiknas yang mewajibkan pelaksanaan program BK dan pengangkatan guru BK di sekolah-sekolah.
Namun sayangnya, momentum ini tidak dimanfaatkan para konselor untuk unjuk kerja secara profesional. Pengakuan legalitas terhadap profesi konselor di sekolah nyata-nyata tidak membawa dampak positif terhadap perkembangan layanan BK di sekolah. Citra BK masih terus terpuruk. Entah sampai kapan.

Di sisi lain, tantangan kehidupan yang dihadapi individu di masa kini jauh lebih sulit dari generasi sebelumnya.Kemajuan teknologi menciptakan banyak kemudahan yang tidak penah dinikmati generasi sebelumnya, namun sekaligus menciptakan persoalan baru yang lebih kompleks; pornografi, seks bebas, kehamilan remaja, narkoba, HIVAids. Karena itu tantangan tugas yang dihadapi konselor lebih sulit.

Dalam kondisi semacam itu, prodi BK UNS muncul kembali. Entah apa pertimbangannya? Untuk menjawab kebutuhan tenaga konselor yang profesional, sekaligus mencoba menghapus citra negatif konselor yang terlanjur tertanam kuat? Atau sekedar mengisi kekurangan tenaga konselor? Saya dan semua alumni pasti berharap pertimbangan pertama yang lebih mengedepan.

Dengan visi, misi dan out put kompetensi yang akan dihasilkan, sebagaimana termuat dalam brosur, kita boleh berharap kelak alumni generasi baru BK UNS lebih berbobot dan kompeten sebagai konselor lebih dari generasi sebelumnya. Sebab kalau tidak, program BK di sekolah makin tidak berperan penting dalam perkembangan siswa.

Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan kesiapan yang matang dalam menggembleng para calon konselor. Di sini paling tidak ada tiga komponen yang perlu mendapat perhatikan. Yaitu aspek kurikulum dan perangkatnya, aspek tenga pengajar/dosen, dan aspek mahasiswanya sendiri.

Kurikulum harus menjadi perhatian utama. Kurikulum harus didesain menjawab kebutuhan dan tantangan yang dihadapi konselor di masa datang. Konselor harus memiliki keterampilan dan pengetahuan yang luas.
Dulu ada mata kuliah minor yg memaksa kita mengorbankan – kalau tak salah mencapai lebih 20 sks – untuk mengambil mata kuliah prodi lain. Menurut saya, bagi prodi BK khususnya, adanya mata kuliah minor sangat merugikan, karena mengurangi kesempatan mempelajari mata kuliah keahlian cukup signfikan. Jadi sebaiknya dihapus saja, dan dialokasikan sepenuhnya untuk pembentukan kompetensi konselor yang profesional.

Mata kuliah hendaknya bisa merangkum kebutuhan kompetensi konselor yang profesional. Mata kuliah yang bersifat tumpang-tindih, hendaknya dipadatkan dalam dalam mata kuliah tertentu.
Mata kuliah tertentu harus mendapat porsi yang lebih mendalam, seperti : Tehnik konseling. Tehnik-tehnik dasar konseling wajib dikuasai bukan hanya secara teoritis, tapi terutama dalam prakteknya. Bagaimana melakukan rapport, memberikan tanggapan positif, melakukan lead, konfrontasi, memberikan respon emosional terhadap pernyataan klien, dst. Hal ini antara lain dengan banyak melakukan simulasi konseling di depan kelas. Paling tidak harus ada satu mata kuliah konseling yang khusus mempraktikan keterampilan konseling.
Saya yakin ada hubungan yang signifikan antara penguasaan praktek konseling yang benar dengan sikap konselor di sekolah. Bahwa konselor yang dijauhi siswanya pastilah konselor yang tidak mampu mempraktikan konseling yang benar.

Mata kuliah lain yg harus mendapat tekanan lebih adalah Psikodiagnostik. Harus diakui, generasi kita dulu relatif kurang pendalaman di bidang ini. Pengetahuan yg diperoleh sebatas pengantar. Sedikit teori, apalagi pengalaman praktek. Kemampuan dasar diagnostik sangat penting dalam memahami siswa. Seorang konselor idealnya memahami bebagai jenis tes psikologis, mampu membaca dan menganalisa hasil tes, sehingga hasil tes psikologis yang diberikan pada siswa dapat dimanfaatkan sebaik mungkin.
Tehnik-tehnik pemahaman individu non-tes seharusnya menjadi kekuatan seorang konselor, karena manfaatnya sangat nyata dan mudah dilakukan. Seperti Sosiometri yg sangat bermanfat dalam bimbingan kelompok. Begitu juga Q-sort, sentence completion test, drawing completion test, dsb.

Segi dosen. Dosen tidak lagi terpaku pada proses belajar mengajar di depan kelas. Metode konvensional tatap muka waktunya terbatas, tidak memungkinkan merangkum semua materi di kelas. Sekarang ada internet, dan itu harus dimanfaatkan. Dosen bisa memanfatkan blog sebagai media pengajaran dan pembelajaran. Beberapa dosen BK sudah merintisnya. Seperti Ahmad Sudradjat
Dosen Universitas Kuningan ini yang bukan pakar informatika, berhasil membuat blognya sangat popular, bukan saja di kalangan mahasiswanya, tapi juga banyak diakses netter umum. Blognya pernah mencapai 1000 kunjungan (hit) dalam sehari dan sempat menempati 10 besar blog terlaris.
Melalui blog, para dosen bisa menambah dan mengupdate materi kuliah, mempublikasikan tulisan dan karya tulis yang baru maupun yg pernah dipublikasikan sebelumnya di media massa atau dalam bentuk diktat. Dosen juga bisa memberikan tugas-tugas melalui blog dan memaksa mahasiswa terbiasa dan terlatih browsing internet untuk menyelesaikan tugas-tugas yg diberikan. Selanjutnya tugas-tugas tsb wajib dikumpulkan dg mengirimkan via email. Jadi mahasiswa BK pun akhirnya melek internet dan tidak gaptek.

Saya setuju mas Rissa, bahwa dosen BK UNS minimal S2. Ditambah beberapa dosen S3 dengan konsentrasi bidang tertentu, terutama tehnik konseling dan psikodiagnostik. Katanya konseling itu jantungnya Bimbingan, makanya prodi BK harus kuat dalam tehnik konseling. Dulu kita punya almarhum Pak Pieter B. Mboeik yg menguasai teori dan praktek konseling. Siapa penerusnya?

Segi mahasiswa. Selain kuliah, mahasiswa harus aktif dalam kegiatan kemahasiswaan. Sudah terbukti, Angkatan 82 yg termasuk paling giat berkiprah dalam kegiatan baik akademis maupun nonakademis, sekarang banyak yang sukses dalam karirnya. Ini pasti tidak lepas dari pengaruh pengalaman semasa berorganisasi di kampus. Pengalaman dengan KMB (Keluarga Mahasiswa BK) membuat Angkatan 82 terlatih dalam berorganisasi dan kepemimpinan. Kiprah dan kepeloporan Angkatan 82 misalnya :
* Ikut lomba Getek Dies Natalis UNS 1983 (walau tidak menang)
* Ikut lomba Paduan Suara Antar Fakultas dalam Dies Natalis 1984, juara 3.
* Seminar Ilmiah (semester III?) di Aula FKIP Pabelan, dg pembicara Pak Pieter, dan Pak Sasbani.
* Memprakarsai studi tour ke IKIP Bandung dg modal sendiri.
* Mendirikan organisasi kemahasiswaan nonformal KMB, semula dicibir lalu dicintai.
* Dua kali berhasil menuntaskan kepengurusan KMB, dg sidang-sidang yg melelahkan sampai larut malam sebagai ajang pelatihan kepemimpinan dan organisasi yg efektif.
* Menerbitkan Buletin KMB. Walaupun sederhana, yg penting, manfaatnya bung.
* Studi tour ke BK UKSW Salatiga.
* Studi tour ke BK IKIP Surabaya dan BK IKIP Udaya Bali.
* Mengadakan Orientasi BK untuk siswa SMA Surakarta, sekaligus menyelenggarakan tes psikologis gratis, harap dicatat, dengan modal swadaya, walaupun kegiatan tersebut termasuk dalam kalender resmi kegiatan dies natalis UNS.
* Satu-satunya prodi di FKIP yang mempunyai grup band, namanya ECLECTIC BAND dengan duo vokalis, Rissa dan Hariyanto. Beberapa kali pernah manggung di kampus, dan yg utama dalam Pentas Seni pengakraban mahasiswa baru BK karena satu-satunya prodi UNS yg menggunakan auditorium sebagai tempat menggelar pentas seni.
* Menggelar seminar profesionalisme BK, antara lain dg pembicara Kepala RSJ Surakarta.
* Itu sebagian yang teringat. Pokoknya, tiada semester tanpa kegiatan. 

Ditempa berbagai pengalaman dikampus, tak heran prestasi alumni BK 82 di lapangan, cukup moncer.
Buktinya, beberapa diantaranya berhasil menjadi kepala sekolah (3?), setidaknya 3 orang lanjut ke S2 dan satu lagi akan segera menyusul, 2 orang menjadi Pengawas Sekolah, dan satu-satunya alumni BK UNS yang berhasil melakukan Reuni khusus satu angkatan. Pasti banyak prestasi individual lain yang tidak diketahui.
Sangat disarankan angkatan baru ini menghidupkan kembali KMB, sekiranya organisasi kemahasiswaan terendah masih di Himsan. Belajarlah dari KMB! Belajarlah dari mas Rissa, mas Sendi, mas Darobi, dan lainnya.

Berikut beberapa tanggapan atas pembukaan kembali Prodi BK UNS:

Pujo Irianto Langgeng :
Baguslah. Kenyataan di lapangan masih banyak sekolah yang belum punya guru BK yg berlatar belakang BK. Sayangkan kalau dosen2 BK gak dimanfaatkan potensinya.

Muji: kalau melihat visi, misi, tujuan serta kompetensi lulusan ok banget. Saya bayangkan pada th 82 apa juga spt itu visi tujuan dan kompetensi yg diharapkan….Kalau sekarang BK UNS buka program lagi aku sangat setuju apabila benar-benar mencetak konselor yg professional shg keterampilan2 konselor akan lebih menyasar, shg kalau sudah terjun akan benar-benar siap pakai shg saya akan bias ngangsu kawruh pada alumni BK masa kini…bravo BK UNS/

Artikel Terkait

AKHIRNYA, BK UNS BUKA LAGI
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email