Konseling sebagai bagian integral dari sistem pendidikan di
sekolah memiliki peran strategis berkait pemenuhan fungsi dan tujuan
pendidikan, serta meningkatkan kualitas. Pendidik bisa ’’memanfaatkan’’ sebagai
mitra kerja mengingat konseling menyediakan unsur-unsur yang bisa membantu,
mengembangkan, dan mengoptimalkan kemampuan individu dengan berbasis
kemandirian.
Di Indonesia, posisi mapel Bimbingan dan Konseling (BK)
sudah dikembangkan dengan baik oleh anggota organisasi profesi dan pakar
konseling.
Mereka diwadahi dalam Asosiasi Bimbingan dan Konseling
Indonesia (Abkin), termasuk cabang di Jateng. Bahkan posisi guru atau tenaga BK
dintegrasikan dalam pendidikan, sebagaimana amanat undang-undang yang
menyatakan konselor adalah pendidik profesional, sebagaimana guru dan dosen.
Dengan kedudukan itu, konselor pemegang profesi konseling
dituntut sepenuhnya bekerja untuk bisa mengantarkan peserta didik mencapai
tujuan pendidikan nasional melalui berbagai jalur, jenjang, dan jenis.
Perkembangan konseling secara menyeluruh (Gladding: 2012,
terjemahan) adalah sebagai profesi dinamis, selalu berkembang, dan
menyenangkan/ Dalam dunia pendidikan di Indonesia, termasuk di Jateng,
pelayanan bimbingan dan konseling secara terusmenerus menjadi bagian yang
terintegrasi dalam program pendidikan. Selain itu, mewujud dalam implementasi
kurikulum satuan pendidikan, sejak tahun 1975, 1984, 1994, 2006 hingga
Kurikulum 2013.
Masyarakat memahami bahwa berbagai persoalan mendasar dan
kompleks yang melingkupi kehidupan bisa menyebabkan terjadinya krisis moral,
sosial, etika dan hukum. Realitas itu menuntut peran konselor dapat memberikan
layanan konseling secara optimal. Konselor bisa membantu klien (client,
konseli) menentukan pilihan, membuat keputusan secara bijak, dan menyelesaikan
masalah terkait dengan upaya mewujudkan cita-cita.
Hubungan terapeutik antara konselor dan klien seyogianya
menggambarkan kejernihan dan keiklasan jiwa dan hati dari kedua belah pihak.
Pencapaian keberhasilan proses konseling, membutuhkan penguasaan terhadap teori
dan teknik konseling. Namun jiwa konselor (spirit of counselor) jauh lebih
penting ketimbang teori dan praktik.
Tidak dapat dimungkiri, menjadi konselor profesional
memerlukan proses panjang, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Pelayanan
BK memberikan kesempatan kepada individu untuk mengembangkan dan
mengekspresikan diri dalam kehidupan efektif sehari-hari, sesuai dengan
karakter, potensi, bakat, minat, kondisi dan perkembangan individu.
Memiliki Mandat
Berkait tujuan itu, peran konselor, baik dalam lingkup
pendidikan maupun di luar pendidikan, sangat dibutuhkan. Tak bisa dihindari
pada tahapan itu butuh kehadiran konselor yang bermartabat (dignified
counselor), yakni sosok yang bisa tampil dengan kewibawaan atas kepakaran
keilmuan serta layanan yang otonom dan akuntabel.
Konselor harus bisa memfasilitasi perkembangan klien,
termasuk diharapkan mengetahui apa yang terbaik bagi kliennya dalam konteks
kebaikan dan kebenaran universal martabat manusia. Pemartabatan profesi itu
perlu didukung oleh pelayanan yang berguna bagi kemaslahatan manusia.
Secara formal, pelaksana kegiatan itu harus mengantongi
mandat, ditandai dengan adanya ijazah, sertifikat, dan lisensi yang menunjukkan
arah standardisasi kualifikasi akademik dan kompetensi. Hal itu supaya
pelayanan yang diberikan mendapat pengakuan dari pemerintah dan masyakarat.
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (Abkin) sebagai
organisasi profesi, mempunyai Garis-garis Besar Program Kerja Nasional (GBPKN).
Pranata itu tercantum dalam AD/ARThasil amendemen Kongres XII di Denpasar 2013.
Abkin Jateng mempunyai kekuatan strategis untuk bekerja sama dengan Pemprov
Jateng dan pemkab/pemkot, dalam mewujudkan program pemerintah berkait
Sisdiknas.
Drs Tri Leksono Ph SKom MPd Kons,
mahasiswa S-3 Bimbingan
dan Konseling (BK) Pascasarjana Unnes, Kepala Prodi BK IKIP Veteran Semarang,
Sekjen PB Abkin.
Suaramerdeka.com
MARTABAT KONSELOR SEKOLAH
4/
5
Oleh
Admin