UN BERTENTANGAN DENGAN KTSP


Ujian nasional (UN) dinilai tidak sesuai dengan ruh Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diluncurkan sejak 2006. Sebab, penyeragaman evaluasi dalam UN tidak mengakui adanya kekhasan masing-masing sekolah.

Pengamat pendidikan Munif Chatib menguraikan, KTSP adalah salah satu elemen dalam sistem pendidikan yang patut diapresiasi. Sekolah memiliki kewenangan penuh dalam merancang Indikator Hasil Belajar (IHB) dari silabus yang juga dirancang secara mandiri.

Sekolah mempunyai otoritas penuh untuk memilih bidang studi tertentu yang akan diajarkan kepada anak didik.

”Sayang, kurikulum yang sudah on the right track tersebut akhirnya harus berakhir dengan UN. Padahal UN hanya mengukur kecerdasan siswa dari segi kognitif,” jelasnya beberapa waktu lalu.

Dia menambahkan, sekolah diberi kewenangan untuk merancang silabus dan IHB yang menjadi indikator tuntas atau tidaknya siswa dalam mempelajari Kompetensi Dasar. Maka sekolah juga seharusnya berhak menyatakan lulus atau tidaknya para anak didiknya, sehingga soal-soal dalam ujian kelulusan disusun oleh sekolah yang bersangkutan.

Refungsi

Disinggung mengenai opsi presiden untuk kembali ke sistem EBTA, pihaknya menilai hal tersebut akan sia-sia jika soal di dalamnya masih saja disusun oleh pusat dan disamaratakan di daerah.

”Saya mengusulkan untuk refungsikan UN. Dari yang awalnya berfungsi untuk menentukan standar kelulusan menjadi UN yang dijadikan dasar statistik pemetaan kualitas pendidikan per distrik. Sedangkan evaluator penentu kelulusan adalah sekolah, institusi yang paling dekat dangan siswa,” tambah penulis buku Sekolahnya Manusia ini.

Dia berharap, pelaksanaan ujian kelulusan selanjutnya bisa lebih manusiawi dengan mempertimbangkan faktor kekhasan masing-masing daerah, serta beragamnya kecerdasan anak. Dia juga menyatakan optimistis menteri pendidikan sekarang akan melakukan berbagai tranformasi di bidang pendidikan.

Sedangkan untuk pelaksanaan tahun ini, dia berpendapat segala carut marut UN bisa selesai terlebih dahulu. Sebab, UN sudah dipolitisasi dan dipakai sejumlah oknum untuk mengeruk keuntungan. Selain itu, UN juga hanya memicu biaya tinggi.

Bayangkan, di salah satu kota di Jawa Timur, biaya pengamanan soal mencapai Rp 14 miliar. Sudahlah, UN bukan proyek, kembalikan fungsi ujian sebagai evaluator belajar siswa,” tandasnya.

Artikel Terkait

UN BERTENTANGAN DENGAN KTSP
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email