Persiapan Unas: Belajar Dari Jawara

Unas sudah di depan mata. Ibaratnya, tinggal menunggu hari. Dengan penambahan beban studi mapel (mata pelajaran), dan batasan nilai minimal kelulusan dinaikkan, tingkat kelulusan Unas SMP dan SMA tahun ini diprediksi turun. Ini adalah konsekuensi yang wajar. Pro-kontra boleh saja, tapi toh tidak mungkin menolak pelaksanaan Unas. Jangan kalah sebelum bertanding. Unas bukan momok yang harus dihindari, tapi harus dihadapi dengan persiapan dan strategi yang tepat.

Fakta bahwa banyak para jawara unas yang berasal dari siswa bukan pemilik rangking tertinggi di sekolah, dan bukan dominasi dari sekolah favorit maupun siswa sekolah perkotaan, membuktikan bahwa siapapun bisa meraih prestasi tinggi Unas. Banyak faktor yang berperan dalam mendongkrak prestasi Unas, selain kecerdasan dan fasilitas sekolah yang lengkap. Kesiapan yang matang, strategi belajar yang tepat, motivasi tinggi, dorongan dari guru dan orang tua, serta kekuatan doa adalah hal-hal yang tidak boleh diabaikan.

Mari kita belajar dari para jawara Unas tahun lalu dari berbagai level, khususnya di Jawa Timur.
Saya telah melakukan analisa data sekunder prestasi para siswa peraih nilai tertinggi Unas tahun lalu, baik tingkat SMP, SMA, maupun SMK dari berbagai jurusan. Data ini saya peroleh dari pemberitaan di Harian Jawa Pos. Analisa ini tidak dimaksudkan sebagai kajian ilmiah yang mendalam, mengingat data yang termuat dalam pemberitaan tersebut tidak lengkap dan seragam antara siswa satu dan lainnya. Namun demikian, hasilnya tetap bisa dijadikan gambaran umum para siswa peraih nilai tertinggi Unas dalam mempersiapkan diri menghadapi Unas. Kita bisa belajar dari keberhasilan mereka. Meniru cara yang sudah terbukti sukses, tentu bukan hal yang buruk.

Profil Jawara :
Seluruhnya ada 12 siswa yang menjadi sample, yang meliputi 8 orang peserta Unas SMA/SMK, 4 orang SMP. Dari 12 peraih nilai tertinggi Unas tersebut, siswa perempuan lebih unggul, yaitu ada 9 orang (75%), dan 3 orang (25%) siswa laki-laki.

Dilihat dari prestasi belajar mereka sebelumnya, 6 (50%) dari 12 siswa tersebut adalah siswa yang sebelumnya dikenal sebagai siswa berprestasi. Artinya mereka memang adalah siswa yang tergolong pandai. Tentu bukan hal aneh jika mereka dapat meraih nilai tinggi dalam Unas. Yang menarik adalah 6 orang lainnya tidak disebutkan memiliki prestasi akademik yang tinggi. Ini berarti sekitar 50% peraih nilai Unas tertinggi berasal dari siswa yang prestasi belajar sebelumnya tidak menonjol. Bahkan satu orang siswa SMP peraih nilai tertinggi, gara-gara kemiripan nama, pihak sekolah sempat salah menginformasikan kepada temannya yang dikenal selalu berprestasi tinggi. Baik pihak sekolah maupun siswa tersebut, tidak menyangka berhasil meraih hasil terbaik karena sebelumnya tidak pernah mempunyai prestasi akademis yang menonjol. Selain itu, salah satu siswa pernah trauma karena saat Unas SMP nilainya jeblok.

Ini membuktikan semua siswa berpeluang meraih nilai tinggi, meskipun bukan tertinggi, dalam Unas.

Cara belajar:
Dilihat dari cara belajarnya, para jawara Unas ternyata tidak berbeda dengan cara belajar siswa lain pada umumnya. Sebagian besar hanya menambah porsi belajarnya lebih banyak dari biasanya. Ada 8 orang (66,6%) siswa yang melakukannya. Penambahan jam belajar ini ada yang berkisar beberapa jam sehari, namun ada yang ekstrim sampai 10jam per hari.

Selain menambah waktu belajar, ada 2 orang yang melakukan review mata pelajaran sepulang sekolah.

Kiat lainnya adalah mendalami soal-soal yang sulit, misalnya dengan memanfaatkan belajar kelompok (2 orang), dan meminta penjelasan guru untuk mata pelajaran yang sulit (1 orang). Untuk mata pelajaran tertentu, seperti Bahasa Inggris, ada 1 orang yang menggunakan kiat belajar dengan cara mendengarkan lagu-lagu Inggris. Dan walaupun bukan merupakan cara yang baik, ternyata ada 1 siswa yang terbiasa belajar sambil mendengarkan radio.

Bagaimana dengan Bimbingan Belajar yang kian menjamur? Tiga orang siswa menyatakan tidak pernah mengikutinya. Ternyata hanya 1 orang yang mengikutinya, dan 1 orang sebatas hanya ikut try out saja. Ini membuktikan untuk berprestasi tidak harus mengikuti Bimbingan Belajar.
Secara umum, cara belajar para jawara Unas kurang lebih sama dengan siswa lain. Yang menonjol hanya penambahan porsi belajarnya.

Waktu belajar :
Ternyata tidak ada waktu belajar yang seragam diantara para jawara Unas. Waktu belajar bagi mereka lebih bersifat individual. Ada dua orang yang merasa paling sreg belajar sesudah subuh, ada yang lebih pas belajar sesudah maghrib, atau juga sesudah Isya. Namun juga ada satu yang mengkuti belajar kalau mood sedang bagus.

Pendekatan Religius:
Selain persiapkan menghadapi Unas dengan belajar lebih intensif, para jawara ini memiliki resep lain, yaitu melakukan pendekatan religius. Caranya dengan melakukan sholat khusus. Dua orang mengadakan ritual Sholat Malam, satu orang melakukan Sholat Tahajud, dan seorang lagi Sholat Duha. Dan satu orang lagi melakukan puasa Senin-Kamis.

Kesimpulan :
Unas bukan momok yang harus ditakuti. Jangan takut gagal sebelum bertanding. Setiap siswa bisa meraih nilai terbaik dalam Unas asalkan mempersiapkan diri dengan sungguh-sungguh. Tapi Unas juga bukan tujuan akhir. Nilai tinggi Unas bukan jaminan apa-apa, karena dari 8 orang peraih nilai tertinggi Unas SMA/SMK, hanya dua orang yang diterima PMDK. Dan satu orang gagal diterima PMDK. (Tono Soegijanto)

Artikel Terkait

Persiapan Unas: Belajar Dari Jawara
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email